Senin, 15 Oktober 2012

KEWIRAUSAHAAN-Kegagalan Pendidikan Kewirausahaan


PERMASALAHAN DALAM PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN

Perekonomian Indonesia terus mengalami pertumbuhan. Pemerintah terakhir kali mengklaim bahwa perekonomian nasional mengalami pertumbuhan sekitar 6,51%. Sebuah lembaga riset Amerika Serikat juga baru saja merilis ranking negara-negara berdasarkan tingkat pertumbuhan ekonominya. Tapi, apakah cukup suatu negara mengalami pertumbuhan saja? Tidak pentingkah perkembangannya juga?
Perlu diketahui terlebuh dahulu bahwa pertumbuhan perekonomian berbeda dengan perkembangan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi hanya memperlihatkan seberapa besar perekonomian suatu negara menunjukkan peningkatan prestasi tanpa melihat seberapa luas dan seberapa banyak sektor perekonomian yang membuat perekonomiannya mencapai prestasi pada tingkatan tertentu. Sementara itu, perkembangan ekonomi lebih luas arti dan maknanya. Perkembangan ekonomi memfokuskan bagaimana sebuah perekonomian tumbuh dan berkembang ke tingkatan yang lebih tinggi dan lebih luas. Artinya, pertumbuhan tiap sektor baik prestasi maupun jumlah pelakunya juga diperhitungkan.
Dunia usaha merupakan salah satu penentu keberhasilan suatu negara meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan perekonomiannya. Negara banyak melalukakan upaya untuk memunculkan pelaku-pelaku usaha. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah melalui pendidikan formal. Melalui pendidikan formal ini diharapkan muncul wirausahawan-wirausahawan yang mampu berperan dalam upaya menumbuhkan dan mengembangkan perekonomian.
Fakta di Indonesia, jalur pendidikan formal dinilai masih gagal memenuhi harapan untuk menghasilkan wirausahawan-wirausahawan muda yang mampu membuka usaha sebagai bagian dari misi mengembangkan perekonomian. Ada banyak faktor yang menyebabkan kegagalan dunia pendidikan dalam meghasilkan wirausahawan-wirausahawan muda yang mampu lebih menggerakkan perekonomian nasional serta lebih mengembangkan perekonomian dalam negeri. Faktor-faktor tesebut kebanyakan muncul dari dunia pendidikan itu sendiri. Ada banyak komponen pendidikan terutama yang terkait dengan pendidikan kewirausahaan dalam pendidikan formal dinilai tidak mampu bekerja secara efektif dalam memenuhi ekspektasi penyelenggaraan pendidikan kewirausahaan.

A.  KEGAGALAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN
Kegagalan penyelenggaraan pendidikan kewirausahaan dalam pendidikan formal dinilai dari minimnya jumlah wirausahawan yang dilahirkan dari bidang ini. Banyak wirausahawan lahir,tetapi kebanyakan dari mereka bukan lahir dari pendidikan kewirausahaan secara khusus. Mereka banyak lahir melalui otodidak, spekulasi usaha dan bukan pendidikan formal. Faktor-faktor kegagalan pendidikan kewirausahaan muncul dari luar dan dalam pendidikan kewirausahaan itu sendiri.
1.         Kurangnya Minat Pengusaha Sukses Mengajar.
Kurangnya minat pengusaha sukses menjadi pendidik dan pengajar dalam pendidikan formal menjadi salah satu penyebab kegagalan pendidikan formal gagal mencetak wirausahawan-wirausahawan muda. Selama ini, pendidik dan pengajar pendidikan kewirausahaan kebanyakan berasal dari kalangan akademisi yang tidak pernah menjadi wirausaha. Akibatnya, pendidikan dan pengajaran yang diberikan kurang sesuai dengan fakta yang ada. Materi yang diberikan pun hanya sebatas teori-teori tanpa diikuti pembahasan mendalam tentang bagaimana aplikasi teori dalam kehidupan berwirausaha. Selain itu, pendidik yang tidak pernah berwirausaha tidak mengenal secara pasti bagaimana dinamika yang muncul dalam kehidupan berwirausaha sehingga pengalaman-pengalaman yang diberikan kepada peserta didik pun menjadi kurang bermakna. Walaupun sudah memberikan pengalaman-pengalaman wirausahawan-wirausahawan yang bukan diri mereka melalui pembelajaran dari biografi wirausahawan ataupun sumber-sumber lain, tetap saja dirasa kurang karena bisa jadi makna yang dibangun oleh pendidik hasil dari pembelajaran melalui sumber-sumber terkait tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya terjadi. Secara singkat, dapat disimpulkan bahwa pendidik dan pengajar pendidikan kewirausahaan yang berasal dari akademisi tanpa pengalaman berwirausaha mempunyai kelemahan dan kekurangan sebagai pendidik dan pengajar pendidikan kewirausahaan. Mereka tidak cukup mempunyai pengalaman praktis dalam berwirausaha yang dapat dijadikan bahan pembelajaran bagi peserta didik sehingga peserta didik pun menjadi tidak cukup referensi. Faktor inilah yang juga dirasakan menjadi salah satu penyebab kegagalan pendidikan kewirausahaan.
Lalu mengapa tidak mengambil pendidik dan pengajar dari kalangan pengusaha untuk melaksanakan pendidikan dan pengajaran kewirausahaan di sekolah? Ada banyak jawaban dari pertanyaan tersebut. Jawaban paling mendasar adalah karena pengusaha tidak dihasilkan dari dunia pendidikan sehingga mereka tidak berminat menjadi pendidik. Ada beberapa kemungkinan yang dapat terjadi. Bisa jadi karena pengusaha tersebut menjadi wirausahawan bukan karena mereka adalah produk dunia pendidikan. Hal ini membuat para pengusaha menjadi merasa bahwa pendidikan kewirausahaan tidak menjadi hal yang penting untuk diperhatikan. Alasan ini cukup logis jika ditelaah lebih lanjut. Pengusaha yang tidak muncul dari duna pendidikan menyadari bahwa pendidikan bukan jalan menuju kesuksesan, mereka meyakini ada jalan lain yang dapat ditempuh untuk menjadi pengusaha sukses, jalan tersebut adalah jalan yang mengantarkan mereka menuju kesuksesan.
Alasan lain adalah karena pengusaha tidak mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap pendidikan. Hal ini disebabkan oleh ketidakbermanfaatan pendidikan dalam hidup mereka. Ada pula pengusaha yang memandang bahwa waktu mereka akan lebih bermanfaat ketika dimanfaatkan untuk kegiatan usaha daripada berkerier dalam dunia pendidikan. Bisa jadi pengusaha memandang bahwa mereka dapat memperoleh penghasilan yang lebih besar ketika mereka berbisnis dibanding menjadi pendidik dijalur pendidikan formal.
2.         Kurang Menariknya Kurikulum Pendidikan Kewirausahaan.
Pendidikan Kewirausahaan masuk dalam kurikulum pendidikan formal. Dalam kurikulum di SMK, Pendidikan Kewirausahaan masuk dalam matakuliah produktif. Sementara itu, dalam pendidikan tinggi, Pendidikan Kewirausahaan mendapat porsi satu sampai dua matakuliah dengan bobot sekitar tiga sampai enam SKS. Kurikulum yang ada saat ini merujuk pada tujuan untuk membentuk lulusan yang mampu berwirausaha, namun pada kenyataannya, tujuan ini tidak tercapai dalam jumlah yang besar. Dapat dikatakan bahwa pendidikan kewirausahaan di sekolah formal mengalami kegagalan. Hal ini disebabkan salah satunya karena kurikulum pendidikan kewirausahaan yang ada disekolah kurang menarik peserta didik pada saat mengikuti pendidikan yang membuat mereka tidak berminat berwirausaha.
Ada beberapa hal yang membuat kurikulum pendidikan kewirausahaan di sekolah formal menjadi kurang menarik. Dilihat dari isinya, kurikulum pendidikan kewirausahaan terlalu terfokus pada sisi teoritis semata. Kegiatan praktek tidak di setting sedemikian rupa untuk menunjang teori yang sebenarnya cukup untuk membekali peserta didik sebagai seorang wirausaha. Kurikulum juga tidak dilengkapi dengan berbagai perencanaan untuk membuat peserta didik lebih mengenal dunia wirausaha secara praktis.
Sebagai contoh, kurikulum pendidikan kewirausahaan tidak memuat rencana kunjungan ke industri-industri yang dibuat oleh wirausahawan. Kunjungan-kunjungan yang selama ini dilakukan sekolah adalah upaya mandiri dari pihak pendidik atau inisiatif bersama peserta didiknya. Kunjungan pun juga tidak dilakukan oleh semua sekolah, kunjungan hanya dilakukan sekolah yang mempunyai kecukupan sumber daya saja. Contoh lain adalah tidak adanya setting praktek berwirausaha. Kurikulum terkesan terlihat takut untuk memasukkan peserta didik dalam dunia wirausaha sehingga peserta didik tidak dapat benar-benar masuk dalam dunia wirausaha.
3.         Mental Pendidik yang Terlalu Formal.
Pendidik dan pengajar pendidikan kewirausahaan selama ini masih didominasi oleh pendidik dan pengajar yang berasal dari kalangan akademisi. Hal ini membuat mereka terkesan terlalu formal dalam melaksanakan pendidikan dan pengajaran untuk peserta didik. Bukan berarti pendidikan kewirausahaan harus diselenggarakan dalam suasana non formal, tetapi lebih jauh dari itu seharusnya proses pendidikan dan pengajaran seharusnya juga memperhatikan dan mempraktekkan fleksibilitas dalam melaksanakan suatu aktivitas sesuai dengan nilai yang ada dalam kewirausahaan itu sendiri.
Pendidik atau pengajar pendidikan kewirausahaan yang ada selama ini terlalu memfokuskan diri pada pengajaran tentang teori-teori kewirausahaan yang tidak didukung dengan kegiatan praktek yang cukup. Seharusnya, pemberian teori-teori tentang kewirausahaan perlu didukung dengan kegiatan-kegiatan yang sifatnya praktis seperti pengamatan lapangan, studi industri atau kegiatan lain yang dapat lebih memperdalam pengetahuan peserta didik tentang dunia kewirausahaan.
4.         Kurangnya Pusat Studi dan Pelatihan Kewirausahaan.
Kurangnya pusat studi dan pusat pelatihan kewirausahaan juga dinilai menjadi sebab kegagalan pendidikan kewirausahaan di lembaga sekolah formal dalam mencetak wirausahawan. Kurangnya fasilitas ini membuat peserta didik kekurangan pengalaman belajar. Pengalaman belajar yang diharapkan diperoleh dari pendidikan kewirausahaan seharusnya banyak mengarah pada dunia usaha nyata, sehingga peserta didik dapat termotovasi dan berminat untuk menjadi seorang wirausahawan.
Pusat pelatihan kewirausahaan dibutuhkan untuk memfasilitasi peserta didik dalam mengaplikasikan teori dan konsep-konsep berwirausaha. Fasilitas ini dapat menjadi media awal sekaligus pijakan pertama bagi peserta didik dalam upaya menjadi wirausahawan. Peserta didik dapat berlatih untuk berwirausaha mulai dari analisis peluang hingga pengembangan usaha dapat dilakukan dalam pusat pelatihan.
Pada kenyataannya, pusat pelatihan dan studi kewirausahaan masih sangat sulit dijumpai di lembaga-lembaga pendidikan formal. Jikapun ada, pelatihan yang banyak ada saat ini juga masih sering mengutamakan penguasaan teori dibanding praktek. Masih banyak sekolah dan perguruan tinggi tidak mempunyai fasilitas penunjang berupa pusat pelatihan kewirausahaan yang mampu mengakomodir kepentingan pencapaian tujuan pendidikan kewirausahaan.

B.  PERLUNYA PERUBAHAN KURIKULUM PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN
Pendidikan kewirausahaan bertujuan untuk membentuk manusia secara utuh, sebagai insan yang memiliki karakter, pemahaman dan ketrampilan sebagai wirausaha. Pada dasarnya, pendidikan kewirausahaan dapat diimplementasikan secara terpadu dengan kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah. Pelaksanaan pendidikan kewirausahaan dilakukan oleh kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, peserta didik secara bersama-sama sebagai suatu  komunitas pendidikan. Pendidikan kewirausahaan diterapkan ke dalam kurikulum dengan cara mengidentifikasi jenis-jenis kegiatan di sekolah yang dapat merealisasikan pendidikan kewirausahaan dan direalisasikan peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.  Dalam hal ini, program pendidikan kewirausahaan di sekolah dapat diinternalisasikan melalui berbagai aspek.
Kurikulum selama ini tidak dapat menjawab tuntutan untuk menghasilkan wirausahawan-wirausahawan yang mampu masuk dalam dunia bisnis. Adapun hal tersebut karena adanya kelemahan-kelemahan kurikulum saat ini. Beberapa kelemahan kurikulum pendidikan kewirausahaan yang ada di lembaga pendidikan formal antara lain :
1.      Kurikulum saat ini masih terlalu terpaku pada penyampaian teori tanpa dilengkapi kegiatan praktek yang menunjang usaha meningkatkan kompetensi peserta didik dalam mengembangkan kemampuan berwirausaha.
2.      Kurikulum disetting dengan alokasi waktu yang sangat minim sehingga lembaga pendidikan formal tidak mempunyai waktu yang cukup untuk membuat pengembangan aktivitas siswa.
3.      Kurikulum tidak memuat standar kompetensi pengajar dan pendidik yang seharusnya mutlak dimuat mengingat kemampuan pengajar dan pendidik sangat menentukan dalam pencapaian tujuan diadakannya pendidikan kewirausahaan di sekolah.
4.      Kurangnya setting fasilitas yang menunjang pengembangan kompetensi berwirausaha bagi peserta didik.
Berdasarkan kelemahan tersebut, kurikulum mutlak perlu diubah. Beberapa hal yang perlu diubah dari kurikulum pendidikan kewirausahaan antara lain :
1.      Perubahan orientasi kurikulum dari orientasi teoritis menjadi praktek supaya peserta didik dalam pendidikan formal lebih mengenal medan yang akan mereka masuki sebagai calon wirausahawan.
2.      Penambahan alokasi waktu penyelenggaraan pendidikan kewirausahaan di tingkat pendidikan atas dan pendidikan tinggi untuk mewujudkan proses pendidikan yang mampu menghasilkan wirausahawan-wirausahawan muda pembangkit perekonomian melalui penciptaan lapangan kerja dan kesempatan berusaha yang baru.
3.      Penambahan kompetensi minimal yang harus dimiliki oleh pendidik dan pengajar pendidikan kewirausahaan.
4.      Penambahan setting fasilitas wajib dalam kurikulum.

C.  KRITIK & SARAN BAGI KURIKULUM PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN
Penyelenggaraan pendidikan kewirausahaan di lembaga pendidikan formal perlu dievaluasi. Hasil evaluasi tersebut menghasilkan beberapa kritik dan saran yang dapat dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum pendidikan kewirausahaan di lembaga pendidikan formal. Adapun kritik untuk kurikulum pendidikan formal antara lain :
1.         Kurikulum saat ini masih terlalu terpaku pada penyampaian teori tanpa dilengkapi kegiatan praktek yang menunjang usaha meningkatkan kompetensi.
2.         Kurikulum disetting dengan alokasi waktu yang sangat minim.
3.         Kurikulum tidak memuat standar kompetensi pengajar dan pendidik.
4.         Kurangnya setting fasilitas yang menunjang pengembangan kompetensi berwirausaha bagi peserta didik.
Ada beberapa saran yang dapat diberikan bagi kurikulum pendidikan kewirausahaan. Saran-saran berikut adalah sebuah gambaran teknis yang dapat dilakukan untuk membuat pendidikan kewirausahaan di lembaga pendidikan formal dapat bekerja lebih efektif. Saran-saran tersebut antara lain :
1.      Pendidikan Kewirausahaan Terintegrasi Dalam Seluruh Mata Pelajaran
Yang dimaksud dengan pendidikan kewirausahaan terintegrasi di dalam proses  pembelajaran adalah penginternalisasian nilai-nilai kewirausahaan ke dalam pembelajaran. Langkah ini dilakukan dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan ke dalam pembelajaran di seluruh mata pelajaran yang ada di sekolah. Integrasi pendidikan kewirausahaan di dalam mata pelajaran dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran.
2.      Pendidikan Kewirausahaan yang Terpadu Dalam Kegiatan Ekstra Kurikuler
Kegiatan Ekstra Kurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka. Langkah yang dapat ditempuh adalah dengan menyediakan sejumlah kegiatan kewirausahaan yang dapat dipilih oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka serta membuat kegiatan yang memberikan kesempatan peserta didik mengespresikan diri secara bebas melalui kegiatan mandiri dan atau kelompok.
3.      Pendidikan Kewirausahaan Melalui Pengembangan Diri
Pengembangan diri yang dilakukan dalam bentuk kegiatan pengembangan  kompetensi dan kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, kondisi dan perkembangan peserta didik. Dalam program pengembangan diri, perencanaan dan pelaksanaan pendidikan kewirausahaan dapat dilakukan melalui pengintegrasian kedalam kegiatan sehari-hari sekolah misalnya kegiatan bazar, karya peserta didik, dll.
4.      Perubahan Pelaksanaan Pembelajaran Kewirausahaan dari Teori ke Praktik
Pembelajaran kewirausahaan diarahkan untuk mencapai tiga kompetensi yang meliputi penanaman karakter wirausaha, pemahaman konsep dan skill, dengan bobot yang lebih besar pada pencapaian kompetensi jiwa dan skill dibandingkan dengan pemahaman konsep. Salah satu contoh model pembelajaran kewirausahaan yang mampu menumbuhkan karakter dan perilaku wirausaha dapat dilakukan dengan cara mendirikan kantin kejujuran, dsb.
5.      Pengintegrasian Pendidikan Kewirausahaan ke dalam Bahan/Buku Ajar
Bahan/buku ajar merupakan komponen pembelajaran yang paling berpengaruh terhadap apa yang sesungguhnya terjadi pada proses pembelajaran. Penginternalisasian nilai-nilai kewirausahaan dapat dilakukan ke dalam bahan ajar baik dalam pemaparan materi, tugas maupun evaluasi.
6.      Pengintegrasian Pendidikan Kewirausahaan melalui Kultur Sekolah
Budaya/kultur sekolah adalah suasana kehidupan sekolah dimana peserta didik berinteraksi dengan seluruh anggota kelompok masyarakat sekolah. Pengembangan nilai-nilai dalam pendidikan kewirausahaan dalam budaya sekolah mencakup kegiatan-kegiatan yang dilakukan kepala sekolah, guru, konselor, tenaga administrasi ketika berkomunikasi dengan peserta didik dan mengunakan fasilitas sekolah, seperti kejujuran, tanggung jawab, disiplin, komitmen dan budaya berwirausaha di lingkungan sekolah.
7.      Pengintegrasian Pendidikan Kewirausahaan melalui Muatan Lokal
Mata pelajaran ini memberikan peluang kepada peserta didik untuk mengembangkan kemampuannya yang dianggap perlu oleh daerah yang bersangkutan. Oleh karena itu mata pelajaran muatan lokal harus memuat karakteristik budaya lokal, keterampilan, nilai-nilai luhur budaya setempat dan mengangkat permasalahan sosial dan lingkungan yang pada akhirnya mampu membekali peserta didik dengan keterampilan dasar (life skill) sebagai bekal dalam kehidupan sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan. Integrasi pendidikan kewirausahaan di dalam mulok, hampir sama dengan integrasi pendidikan kewirausahaan terintegrasi di dalam mata pelajaran dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran.

D.  UPAYA PENDIDIK MELAHIRKAN WIRAUSAHAWAN
Kegagalan pendidikan kewirausahaan di lembaga pendidikan formal tidak hanya disebabkan oleh kurikulum yang tidak dapat mengakomodasi semua kepentingan dan harapan untuk menghasilkan wirausahawan. Salah satu penyebab yang dapat menjadikan kegagalan adalah kurang baiknya pendidik dan pengajar. Untuk itu, pendidik dan pengajar perlu melakukan beberapa hal dan upaya dalam rangka menghasilkan wirausahawan melalui jalur pendidikan formal. Uapaya-upaya yang dapat dilakukan pendidik antara lain :
1.      Pendidik dan pengajar membuka sebuah usaha sendiri. Upaya ini mempunyai banyak manfaat yang dapat diterima oleh pengajar dan pendidik itu sendiri dan juga oleh peserta didik. Pendidik dan pengajar dapat memperoleh pengalaman nyata tentang berwirausaha sehingga dapat dipakai dalam mendidik. Selain itu mereka juga mampu memperoleh pemasukan dari usaha yang mereka jalankan. Peserta didik dapat memanfaatkan pengalaman berwirausaha pendidik dan pengajar sebagai bahan belajar dan sarana belajar berwirausaha.
2.      Pendidik perlu mengajak peserta didiknya untuk lebih aktif mempelajari usaha-usaha yang sudah ada melalui observasi lapangan dan kunjungan industri.
3.      Pendidik perlu membuka hubungan dengan pengusaha-pengusaha yang ada untuk dapat dipakai sebagai tempat belajar peserta didiknya.
4.      Pendidik perlu mengembangkan metode dan model pembelajaran yang dapat lebih mendekatkan peserta didik pada situasi nyata berwirausaha.
5.      Pendidik perlu membuat setting tugas yang menuntut peserta didik untuk memulai sebuah usaha, contohnya dengan membuat business plan competition.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FILSAFAT-Filsafat Ilmu Ekonomi

·          Epistemologi ilmu ekonomi : Epistemologi ilmu ekonomi membahas tentang asal mula atau sumber, struktur, metode dan validitas ...