PERMASALAHAN
DALAM PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN
Perekonomian Indonesia
terus mengalami pertumbuhan. Pemerintah terakhir kali mengklaim bahwa
perekonomian nasional mengalami pertumbuhan sekitar 6,51%. Sebuah lembaga riset
Amerika Serikat juga baru saja merilis ranking negara-negara berdasarkan
tingkat pertumbuhan ekonominya. Tapi, apakah cukup suatu negara mengalami
pertumbuhan saja? Tidak pentingkah perkembangannya juga?
Perlu diketahui
terlebuh dahulu bahwa pertumbuhan perekonomian berbeda dengan perkembangan
ekonomi. Pertumbuhan ekonomi hanya memperlihatkan seberapa besar perekonomian
suatu negara menunjukkan peningkatan prestasi tanpa melihat seberapa luas dan
seberapa banyak sektor perekonomian yang membuat perekonomiannya mencapai
prestasi pada tingkatan tertentu. Sementara itu, perkembangan ekonomi lebih
luas arti dan maknanya. Perkembangan ekonomi memfokuskan bagaimana sebuah
perekonomian tumbuh dan berkembang ke tingkatan yang lebih tinggi dan lebih
luas. Artinya, pertumbuhan tiap sektor baik prestasi maupun jumlah pelakunya
juga diperhitungkan.
Dunia usaha merupakan
salah satu penentu keberhasilan suatu negara meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan perekonomiannya. Negara banyak melalukakan upaya untuk memunculkan
pelaku-pelaku usaha. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah melalui
pendidikan formal. Melalui pendidikan formal ini diharapkan muncul
wirausahawan-wirausahawan yang mampu berperan dalam upaya menumbuhkan dan
mengembangkan perekonomian.
Fakta di Indonesia,
jalur pendidikan formal dinilai masih gagal memenuhi harapan untuk menghasilkan
wirausahawan-wirausahawan muda yang mampu membuka usaha sebagai bagian dari
misi mengembangkan perekonomian. Ada banyak faktor yang menyebabkan kegagalan
dunia pendidikan dalam meghasilkan wirausahawan-wirausahawan muda yang mampu
lebih menggerakkan perekonomian nasional serta lebih mengembangkan perekonomian
dalam negeri. Faktor-faktor tesebut kebanyakan muncul dari dunia pendidikan itu
sendiri. Ada banyak komponen pendidikan terutama yang terkait dengan pendidikan
kewirausahaan dalam pendidikan formal dinilai tidak mampu bekerja secara
efektif dalam memenuhi ekspektasi penyelenggaraan pendidikan kewirausahaan.
A. KEGAGALAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
KEWIRAUSAHAAN
Kegagalan
penyelenggaraan pendidikan kewirausahaan dalam pendidikan formal dinilai dari
minimnya jumlah wirausahawan yang dilahirkan dari bidang ini. Banyak
wirausahawan lahir,tetapi kebanyakan dari mereka bukan lahir dari pendidikan
kewirausahaan secara khusus. Mereka banyak lahir melalui otodidak, spekulasi
usaha dan bukan pendidikan formal. Faktor-faktor kegagalan pendidikan
kewirausahaan muncul dari luar dan dalam pendidikan kewirausahaan itu sendiri.
1.
Kurangnya Minat Pengusaha Sukses
Mengajar.
Kurangnya
minat pengusaha sukses menjadi pendidik dan pengajar dalam pendidikan formal
menjadi salah satu penyebab kegagalan pendidikan formal gagal mencetak
wirausahawan-wirausahawan muda. Selama ini, pendidik dan pengajar pendidikan
kewirausahaan kebanyakan berasal dari kalangan akademisi yang tidak pernah
menjadi wirausaha. Akibatnya, pendidikan dan pengajaran yang diberikan kurang
sesuai dengan fakta yang ada. Materi yang diberikan pun hanya sebatas
teori-teori tanpa diikuti pembahasan mendalam tentang bagaimana aplikasi teori
dalam kehidupan berwirausaha. Selain itu, pendidik yang tidak pernah
berwirausaha tidak mengenal secara pasti bagaimana dinamika yang muncul dalam
kehidupan berwirausaha sehingga pengalaman-pengalaman yang diberikan kepada
peserta didik pun menjadi kurang bermakna. Walaupun sudah memberikan
pengalaman-pengalaman wirausahawan-wirausahawan yang bukan diri mereka melalui
pembelajaran dari biografi wirausahawan ataupun sumber-sumber lain, tetap saja dirasa
kurang karena bisa jadi makna yang dibangun oleh pendidik hasil dari
pembelajaran melalui sumber-sumber terkait tidak sesuai dengan apa yang
sebenarnya terjadi. Secara singkat, dapat disimpulkan bahwa pendidik dan
pengajar pendidikan kewirausahaan yang berasal dari akademisi tanpa pengalaman
berwirausaha mempunyai kelemahan dan kekurangan sebagai pendidik dan pengajar
pendidikan kewirausahaan. Mereka tidak cukup mempunyai pengalaman praktis dalam
berwirausaha yang dapat dijadikan bahan pembelajaran bagi peserta didik
sehingga peserta didik pun menjadi tidak cukup referensi. Faktor inilah yang
juga dirasakan menjadi salah satu penyebab kegagalan pendidikan kewirausahaan.
Lalu
mengapa tidak mengambil pendidik dan pengajar dari kalangan pengusaha untuk melaksanakan
pendidikan dan pengajaran kewirausahaan di sekolah? Ada banyak jawaban dari
pertanyaan tersebut. Jawaban paling mendasar adalah karena pengusaha tidak
dihasilkan dari dunia pendidikan sehingga mereka tidak berminat menjadi
pendidik. Ada beberapa kemungkinan yang dapat terjadi. Bisa jadi karena
pengusaha tersebut menjadi wirausahawan bukan karena mereka adalah produk dunia
pendidikan. Hal ini membuat para pengusaha menjadi merasa bahwa pendidikan
kewirausahaan tidak menjadi hal yang penting untuk diperhatikan. Alasan ini
cukup logis jika ditelaah lebih lanjut. Pengusaha yang tidak muncul dari duna
pendidikan menyadari bahwa pendidikan bukan jalan menuju kesuksesan, mereka
meyakini ada jalan lain yang dapat ditempuh untuk menjadi pengusaha sukses,
jalan tersebut adalah jalan yang mengantarkan mereka menuju kesuksesan.
Alasan
lain adalah karena pengusaha tidak mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap
pendidikan. Hal ini disebabkan oleh ketidakbermanfaatan pendidikan dalam hidup
mereka. Ada pula pengusaha yang memandang bahwa waktu mereka akan lebih
bermanfaat ketika dimanfaatkan untuk kegiatan usaha daripada berkerier dalam
dunia pendidikan. Bisa jadi pengusaha memandang bahwa mereka dapat memperoleh
penghasilan yang lebih besar ketika mereka berbisnis dibanding menjadi pendidik
dijalur pendidikan formal.
2.
Kurang Menariknya Kurikulum Pendidikan
Kewirausahaan.
Pendidikan
Kewirausahaan masuk dalam kurikulum pendidikan formal. Dalam kurikulum di SMK,
Pendidikan Kewirausahaan masuk dalam matakuliah produktif. Sementara itu, dalam
pendidikan tinggi, Pendidikan Kewirausahaan mendapat porsi satu sampai dua
matakuliah dengan bobot sekitar tiga sampai enam SKS. Kurikulum yang ada saat
ini merujuk pada tujuan untuk membentuk lulusan yang mampu berwirausaha, namun
pada kenyataannya, tujuan ini tidak tercapai dalam jumlah yang besar. Dapat
dikatakan bahwa pendidikan kewirausahaan di sekolah formal mengalami kegagalan.
Hal ini disebabkan salah satunya karena kurikulum pendidikan kewirausahaan yang
ada disekolah kurang menarik peserta didik pada saat mengikuti pendidikan yang
membuat mereka tidak berminat berwirausaha.
Ada
beberapa hal yang membuat kurikulum pendidikan kewirausahaan di sekolah formal
menjadi kurang menarik. Dilihat dari isinya, kurikulum pendidikan kewirausahaan
terlalu terfokus pada sisi teoritis semata. Kegiatan praktek tidak di setting
sedemikian rupa untuk menunjang teori yang sebenarnya cukup untuk membekali
peserta didik sebagai seorang wirausaha. Kurikulum juga tidak dilengkapi dengan
berbagai perencanaan untuk membuat peserta didik lebih mengenal dunia wirausaha
secara praktis.
Sebagai
contoh, kurikulum pendidikan kewirausahaan tidak memuat rencana kunjungan ke
industri-industri yang dibuat oleh wirausahawan. Kunjungan-kunjungan yang selama
ini dilakukan sekolah adalah upaya mandiri dari pihak pendidik atau inisiatif
bersama peserta didiknya. Kunjungan pun juga tidak dilakukan oleh semua
sekolah, kunjungan hanya dilakukan sekolah yang mempunyai kecukupan sumber daya
saja. Contoh lain adalah tidak adanya setting praktek berwirausaha. Kurikulum
terkesan terlihat takut untuk memasukkan peserta didik dalam dunia wirausaha
sehingga peserta didik tidak dapat benar-benar masuk dalam dunia wirausaha.
3.
Mental Pendidik yang Terlalu Formal.
Pendidik
dan pengajar pendidikan kewirausahaan selama ini masih didominasi oleh pendidik
dan pengajar yang berasal dari kalangan akademisi. Hal ini membuat mereka
terkesan terlalu formal dalam melaksanakan pendidikan dan pengajaran untuk
peserta didik. Bukan berarti pendidikan kewirausahaan harus diselenggarakan
dalam suasana non formal, tetapi lebih jauh dari itu seharusnya proses
pendidikan dan pengajaran seharusnya juga memperhatikan dan mempraktekkan
fleksibilitas dalam melaksanakan suatu aktivitas sesuai dengan nilai yang ada
dalam kewirausahaan itu sendiri.
Pendidik
atau pengajar pendidikan kewirausahaan yang ada selama ini terlalu memfokuskan
diri pada pengajaran tentang teori-teori kewirausahaan yang tidak didukung
dengan kegiatan praktek yang cukup. Seharusnya, pemberian teori-teori tentang
kewirausahaan perlu didukung dengan kegiatan-kegiatan yang sifatnya praktis
seperti pengamatan lapangan, studi industri atau kegiatan lain yang dapat lebih
memperdalam pengetahuan peserta didik tentang dunia kewirausahaan.
4.
Kurangnya Pusat Studi dan Pelatihan
Kewirausahaan.
Kurangnya
pusat studi dan pusat pelatihan kewirausahaan juga dinilai menjadi sebab
kegagalan pendidikan kewirausahaan di lembaga sekolah formal dalam mencetak
wirausahawan. Kurangnya fasilitas ini membuat peserta didik kekurangan
pengalaman belajar. Pengalaman belajar yang diharapkan diperoleh dari
pendidikan kewirausahaan seharusnya banyak mengarah pada dunia usaha nyata,
sehingga peserta didik dapat termotovasi dan berminat untuk menjadi seorang
wirausahawan.
Pusat
pelatihan kewirausahaan dibutuhkan untuk memfasilitasi peserta didik dalam
mengaplikasikan teori dan konsep-konsep berwirausaha. Fasilitas ini dapat
menjadi media awal sekaligus pijakan pertama bagi peserta didik dalam upaya
menjadi wirausahawan. Peserta didik dapat berlatih untuk berwirausaha mulai
dari analisis peluang hingga pengembangan usaha dapat dilakukan dalam pusat
pelatihan.
Pada
kenyataannya, pusat pelatihan dan studi kewirausahaan masih sangat sulit
dijumpai di lembaga-lembaga pendidikan formal. Jikapun ada, pelatihan yang
banyak ada saat ini juga masih sering mengutamakan penguasaan teori dibanding
praktek. Masih banyak sekolah dan perguruan tinggi tidak mempunyai fasilitas
penunjang berupa pusat pelatihan kewirausahaan yang mampu mengakomodir
kepentingan pencapaian tujuan pendidikan kewirausahaan.
B. PERLUNYA
PERUBAHAN KURIKULUM PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN
Pendidikan
kewirausahaan bertujuan untuk membentuk manusia secara utuh, sebagai insan yang
memiliki karakter, pemahaman dan ketrampilan sebagai wirausaha. Pada dasarnya,
pendidikan kewirausahaan dapat diimplementasikan secara terpadu dengan
kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah. Pelaksanaan pendidikan kewirausahaan
dilakukan oleh kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, peserta didik secara
bersama-sama sebagai suatu komunitas
pendidikan. Pendidikan kewirausahaan diterapkan ke dalam kurikulum dengan cara
mengidentifikasi jenis-jenis kegiatan di sekolah yang dapat merealisasikan
pendidikan kewirausahaan dan direalisasikan peserta didik dalam kehidupan
sehari-hari. Dalam hal ini, program
pendidikan kewirausahaan di sekolah dapat diinternalisasikan melalui berbagai
aspek.
Kurikulum
selama ini tidak dapat menjawab tuntutan untuk menghasilkan
wirausahawan-wirausahawan yang mampu masuk dalam dunia bisnis. Adapun hal
tersebut karena adanya kelemahan-kelemahan kurikulum saat ini. Beberapa
kelemahan kurikulum pendidikan kewirausahaan yang ada di lembaga pendidikan
formal antara lain :
1. Kurikulum
saat ini masih terlalu terpaku pada penyampaian teori tanpa dilengkapi kegiatan
praktek yang menunjang usaha meningkatkan kompetensi peserta didik dalam
mengembangkan kemampuan berwirausaha.
2. Kurikulum
disetting dengan alokasi waktu yang sangat minim sehingga lembaga pendidikan
formal tidak mempunyai waktu yang cukup untuk membuat pengembangan aktivitas
siswa.
3. Kurikulum
tidak memuat standar kompetensi pengajar dan pendidik yang seharusnya mutlak
dimuat mengingat kemampuan pengajar dan pendidik sangat menentukan dalam
pencapaian tujuan diadakannya pendidikan kewirausahaan di sekolah.
4. Kurangnya
setting fasilitas yang menunjang pengembangan kompetensi berwirausaha bagi
peserta didik.
Berdasarkan kelemahan tersebut,
kurikulum mutlak perlu diubah. Beberapa hal yang perlu diubah dari kurikulum
pendidikan kewirausahaan antara lain :
1. Perubahan
orientasi kurikulum dari orientasi teoritis menjadi praktek supaya peserta
didik dalam pendidikan formal lebih mengenal medan yang akan mereka masuki
sebagai calon wirausahawan.
2. Penambahan
alokasi waktu penyelenggaraan pendidikan kewirausahaan di tingkat pendidikan
atas dan pendidikan tinggi untuk mewujudkan proses pendidikan yang mampu
menghasilkan wirausahawan-wirausahawan muda pembangkit perekonomian melalui
penciptaan lapangan kerja dan kesempatan berusaha yang baru.
3. Penambahan
kompetensi minimal yang harus dimiliki oleh pendidik dan pengajar pendidikan
kewirausahaan.
4. Penambahan
setting fasilitas wajib dalam kurikulum.
C. KRITIK
& SARAN BAGI KURIKULUM PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN
Penyelenggaraan pendidikan kewirausahaan di lembaga
pendidikan formal perlu dievaluasi. Hasil evaluasi tersebut menghasilkan
beberapa kritik dan saran yang dapat dipertimbangkan dalam pengembangan
kurikulum pendidikan kewirausahaan di lembaga pendidikan formal. Adapun kritik
untuk kurikulum pendidikan formal antara lain :
1.
Kurikulum saat ini masih terlalu terpaku
pada penyampaian teori tanpa dilengkapi kegiatan praktek yang menunjang usaha
meningkatkan kompetensi.
2.
Kurikulum disetting dengan alokasi waktu
yang sangat minim.
3.
Kurikulum tidak memuat standar kompetensi
pengajar dan pendidik.
4.
Kurangnya setting fasilitas yang
menunjang pengembangan kompetensi berwirausaha bagi peserta didik.
Ada beberapa saran yang dapat diberikan bagi
kurikulum pendidikan kewirausahaan. Saran-saran berikut adalah sebuah gambaran
teknis yang dapat dilakukan untuk membuat pendidikan kewirausahaan di lembaga
pendidikan formal dapat bekerja lebih efektif. Saran-saran tersebut antara lain
:
1. Pendidikan Kewirausahaan Terintegrasi Dalam Seluruh
Mata Pelajaran
Yang dimaksud
dengan pendidikan kewirausahaan terintegrasi di dalam proses pembelajaran
adalah penginternalisasian nilai-nilai kewirausahaan ke dalam pembelajaran.
Langkah ini dilakukan dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan ke
dalam pembelajaran di seluruh mata pelajaran yang ada di sekolah. Integrasi
pendidikan kewirausahaan di dalam mata pelajaran dilaksanakan mulai dari tahap
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran.
2. Pendidikan Kewirausahaan yang Terpadu Dalam
Kegiatan Ekstra Kurikuler
Kegiatan Ekstra
Kurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu
pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat
mereka. Langkah yang dapat ditempuh adalah dengan menyediakan sejumlah kegiatan
kewirausahaan yang dapat dipilih oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhan,
potensi, bakat, dan minat mereka serta membuat kegiatan yang memberikan
kesempatan peserta didik mengespresikan diri secara bebas melalui kegiatan
mandiri dan atau kelompok.
3. Pendidikan Kewirausahaan Melalui Pengembangan Diri
Pengembangan
diri yang dilakukan dalam bentuk kegiatan pengembangan kompetensi dan
kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari peserta didik untuk mengembangkan dan
mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, kondisi
dan perkembangan peserta didik. Dalam program pengembangan diri, perencanaan
dan pelaksanaan pendidikan kewirausahaan dapat dilakukan melalui
pengintegrasian kedalam kegiatan sehari-hari sekolah misalnya kegiatan bazar,
karya peserta didik, dll.
4. Perubahan Pelaksanaan Pembelajaran Kewirausahaan
dari Teori ke Praktik
Pembelajaran kewirausahaan diarahkan untuk mencapai
tiga kompetensi yang meliputi penanaman karakter wirausaha, pemahaman konsep
dan skill, dengan bobot yang lebih besar pada pencapaian kompetensi jiwa dan
skill dibandingkan dengan pemahaman konsep. Salah satu contoh model
pembelajaran kewirausahaan yang mampu menumbuhkan karakter dan perilaku
wirausaha dapat dilakukan dengan cara mendirikan kantin kejujuran, dsb.
5. Pengintegrasian Pendidikan Kewirausahaan ke dalam
Bahan/Buku Ajar
Bahan/buku ajar merupakan komponen pembelajaran yang
paling berpengaruh terhadap apa yang sesungguhnya terjadi pada proses
pembelajaran. Penginternalisasian nilai-nilai kewirausahaan dapat dilakukan ke
dalam bahan ajar baik dalam pemaparan materi, tugas maupun evaluasi.
6. Pengintegrasian Pendidikan Kewirausahaan melalui Kultur
Sekolah
Budaya/kultur sekolah adalah suasana kehidupan
sekolah dimana peserta didik berinteraksi dengan seluruh anggota kelompok
masyarakat sekolah. Pengembangan nilai-nilai dalam pendidikan kewirausahaan
dalam budaya sekolah mencakup kegiatan-kegiatan yang dilakukan kepala sekolah,
guru, konselor, tenaga administrasi ketika berkomunikasi dengan peserta didik
dan mengunakan fasilitas sekolah, seperti kejujuran, tanggung jawab, disiplin,
komitmen dan budaya berwirausaha di lingkungan sekolah.
7. Pengintegrasian Pendidikan Kewirausahaan melalui
Muatan Lokal
Mata pelajaran ini memberikan peluang kepada peserta
didik untuk mengembangkan kemampuannya yang dianggap perlu oleh daerah yang
bersangkutan. Oleh karena itu mata pelajaran muatan lokal harus memuat
karakteristik budaya lokal, keterampilan, nilai-nilai luhur budaya setempat dan
mengangkat permasalahan sosial dan lingkungan yang pada akhirnya mampu
membekali peserta didik dengan keterampilan dasar (life skill) sebagai bekal
dalam kehidupan sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan. Integrasi
pendidikan kewirausahaan di dalam mulok, hampir sama dengan integrasi pendidikan
kewirausahaan terintegrasi di dalam mata pelajaran dilaksanakan mulai dari
tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran pada semua mata
pelajaran.
D. UPAYA
PENDIDIK MELAHIRKAN WIRAUSAHAWAN
Kegagalan
pendidikan kewirausahaan di lembaga pendidikan formal tidak hanya disebabkan
oleh kurikulum yang tidak dapat mengakomodasi semua kepentingan dan harapan
untuk menghasilkan wirausahawan. Salah satu penyebab yang dapat menjadikan
kegagalan adalah kurang baiknya pendidik dan pengajar. Untuk itu, pendidik dan
pengajar perlu melakukan beberapa hal dan upaya dalam rangka menghasilkan
wirausahawan melalui jalur pendidikan formal. Uapaya-upaya yang dapat dilakukan
pendidik antara lain :
1. Pendidik
dan pengajar membuka sebuah usaha sendiri. Upaya ini mempunyai banyak manfaat
yang dapat diterima oleh pengajar dan pendidik itu sendiri dan juga oleh
peserta didik. Pendidik dan pengajar dapat memperoleh pengalaman nyata tentang
berwirausaha sehingga dapat dipakai dalam mendidik. Selain itu mereka juga
mampu memperoleh pemasukan dari usaha yang mereka jalankan. Peserta didik dapat
memanfaatkan pengalaman berwirausaha pendidik dan pengajar sebagai bahan
belajar dan sarana belajar berwirausaha.
2. Pendidik
perlu mengajak peserta didiknya untuk lebih aktif mempelajari usaha-usaha yang
sudah ada melalui observasi lapangan dan kunjungan industri.
3. Pendidik
perlu membuka hubungan dengan pengusaha-pengusaha yang ada untuk dapat dipakai
sebagai tempat belajar peserta didiknya.
4. Pendidik
perlu mengembangkan metode dan model pembelajaran yang dapat lebih mendekatkan
peserta didik pada situasi nyata berwirausaha.
5. Pendidik
perlu membuat setting tugas yang menuntut peserta didik untuk memulai sebuah
usaha, contohnya dengan membuat business plan competition.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar